Mengenal Masjid Gedhe Kauman Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat


Selama Ramadhan banyak orang mengurangi aktivitas luar ruangan dengan alasan meghindari kelelahan yang ditimbulkan karena kegiatan yang menyita tenaga. Tetapi tidak ada salahnya juga bila bulan Ramadhan diisi juga dengan kegiatan yang bermanfaat sekaligus menambah khasanah pengetahuan tentang sejarah dan juga ilmu agama. Untuk kamu sobat INVI yang kebetulan muslim dan mempunyai hobi traveling, ada baiknya jika di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini mengunjungi beberapa destinasi wisata yang bernuansa Islami. Salah bangunan yang mempunyai nilai sejarah dan keislaman yang cukup tinggi adalah Masjid Gedhe Kauman Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Masjid Raya Kesultanan Yogyakarta atau Masjid Besar Yogyakarta.


Masjid Gedhe Kauman terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kotamadia Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Batas-batas masjid adalah sebelah utara berbatasan dengan perkampungan penduduk, sebelah selatan berbatasan dengan jalan kauman, sebelah timur berbatasan dengan alun-alun, sedangkan sebelah barat perkampungan penduduk. Kawasan di sekitar masjid merupakan kawasan pemukiman para santri ataupun ulama. Pemukiman tersebut lebih dikenal dengan nama Kauman dan Suronatan. Dalam perjalanan histories Yogyakarta, kehidupan religius di kampung tersebut menjadi inspirasi dan tempat yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan keagamaan Muhammadyah pada tahun 1912 M yang dipimpin oleh K.H.A. Dahlan.                                         

Masjid ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu kraton pertama) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsiteknya. Masjid ini dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 masehi atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H. Hal ini dapat dilihat pada dua buah prasasti yang menempel di dinding luar sisi timur ruang utama masjid. Prasasti yang berada di sebelah kanan pintu utama terdiri dari enam baris memakai huruf dan bahasa Arab. Sedangkan yang berada di sebelah kiri pintu utama menggunakan bahasa dan huruf Jawa.

Sejarah Masjid Gedhe Kauman ini sendiri tidak bisa dipisahkan dari Kraton Kasultanan Yogyakarta sebagai Kerajaan Islam dalam Perjanjian Giyanti pada tahun 1775. Tepat 18 tahun kemudian Masjid dengan banyak keistimewaan ini berdiri. Salah satu keistimewaannya adalah Masjid Gedhe Kauman ini merupakan satu-satunya Masjid Raya di Indonesia yang berumur lebih dari 200 tahun.  

Masjid Gedhe adalah poros sentral bagi lima Masjid Pathok Negara Ngayogyakartahadiningrat, yaitu :
Masjid Mlangi / An Nur / Masjid Kulon, Masjid Plosokuning / Masjid Sulthoni/ Masjid lor, Masjid Babadan / Ad Darojatun / Masjid Wetan, Masjid Dongkelan / Nurul Huda / Masjid Kidul, Masjid Wonokromo / Taqwa / Masjid Kidul.

Masjid Agung Kauman bersama masjid masjid Pathok Negara menjadi bagian dari Masjid Kerajaan sehingga menjalankan fungsi ketakmiran bersama-sama. Kedudukan para imam/pengulu/kyai pengulu Masjid juga menjadi anggota al-Mahkamah al-Kabirah (Badan Peradilan Kesultanan Yogyakarta) dalam tingkat Peradilan Agama Islam. Imam Besar Masjid Agung kauman menjadi ketua Mahkamah yang bergelar Kanjeng Kyai Penghulu. Dalam sistem hukum dan peradilan Kerajaan, Sultan tetap memegang kekuasaan kehakiman tertingi.

Untuk arsitekturnya, seperti kebanyakan Masjid di wilayah Jawa lainnya, Masjid Gedhe Kauman memadukan budaya Jawa dengan unsur Islami yang kental. Kompleks Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi semar tinandu. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini sultan melakukan ibadah. Serambi masjid berbentuk limas persegi panjang terbuka.

Lantai ruang utama dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.

Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten , Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu.

Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid gedhe yang digunakan dalam upacara Jejak Bata pada rangkaian acara Sekaten setiap tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi kangjeng kyai pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.

Pada tahun 1933 atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwana VIII, lantai serambi masjid yang tadinya dari batu kali diganti dengan tegel kembangan yang indah. Selain itu pula diadakan penggantuian atap masjid, dari sirap diganti dengan seng wiron yang tebal dan lebih kuat. Pada tahun 1936 atas prakarsa Sultan Hamengku Buwana VIII pula diadakan pergantian lantai dasar masjid, yang dulunya dari batu kali kemudian diganti dengan marmer dari Italia.

Dalam rangka memakmurkan Masjid Gedhe, kepengurusannya dipegang oleh Penghulu Kraton, dibantu oleh Ketib, Modin, Merbot, dan Abdi Dalem Pamethakan serta Abdi Dalem Kaji Selusinan dan Abdi Dalem Barjamangah. Mereka itu sebagian ditempatkan di lingkungan sekitar Masjid Gedhe, yang kemudian berkembang menjadi sebuah kampung bernama Pakauman ( tempat para Kaum = Qoimmuddin = Penegak Agama ). Dengan demikian Masjid Gedhe menjadi makmur, sebagai pusat berjama’ah dan juga menjadi pusat pengkajian serta pengadilan agama Islam di Jogjakarta.





Sumber Tulisan : http://masjidgedhe.or.id/sejarah-singkat-masjid-gedhe-kauman/
                                http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1349/masjid-agung-yogyakarta

Sumber Gambar : sallamun.blogspot.com




Unknown

A portal website containing a virtual 360 photo from the work of photographers throughout Indonesia. This website aims to showcase the natural beauty, tourism potential and diversity of Indonesian Art and Culture through the technology of virtual 360 photography. We bring Indonesia mission to bring beauty to be admired by everyone. www.indonesiavirtual.com also serves as a highly informative tourism directory visually. With the technology of virtual 360 photography, you will see a tourist destination in detail and interactive way. This technology provides an unique visual experience in comparison with text, photos, or videos that previously existed. For tourism related business such as hotels, cafes, entertainment venues, and so on www.indonesiavirtual.com is an image bank of virtual 360 photo that can be used to enrich the visual content on their official website. Where they can embed the file from www.indonesiavirtual.com and display the content into their website.

No comments:

Post a Comment